Pages

04 Februari 2017

I LOVE YOU

Benteng kuno besak, pinggiran sungai musi.
Aku dan dia berjanji bertemu disini…


                Aku dan dia berjanji bertemu disini. Setelah pembicaraan panjang berurai air mata lewat telepon, akhirnya kami memutuskan bertemu. Disini. Ditempat kami biasanya menghabiskan sore dengan menatapi langit berganti gelap. Tempat ini selalu ramai. Namun semilir angina yang berhembus sejuk masih bisa terdengar jelas ditelinga. Aku melirik sekilas ke arah lelaki disebelahku ini.
Matanya tak lepas menatapi langit yang berwarna jingga kemerahan. Ya, dia begitu mencintai senja. Mungkin sama besarnya seperti aku mencintai kalimat-kalimat penenang yang selalu keluar dari mulutnya.
                “jadi, udahan nih sama dia?” dia memulai obrolan. Aku menghela nafas berat, masih terasa nyeri. Mendadak bayangan penghianantan itu kembali berputar dikepalaku.
                “Lagian, kamu sih…asal jadian aja.. mana nggak cerita-cerita ke aku. Tiba-tiba udah jadian aja.” Aku melirik sebal. Lelaki disebelahku ini tersenyum. Salah satu senyuman yang termanis.
                “Terus sekarang udah baikan?” tanyanya lagi. Padahal aku padahal aku belum menjawab satupun pertanyaan yang diajukan dari tadi. Aku mengakat bahu.
                “Entahlah….,”jawabaku. Nyeri itu masih terasa, dalam setiap tarikan nafas, masih amat sangat terasa. Aku sampai ingin berhenti  bernafas saja. Kami larut dalam keheningan lagi. Mendengarkan semilir angina yang berhembus sejuk di telinga. Langit sudah mulai menggelap. Lima menit. Sepuluh menit. Matahari beranjak keperaduannya. Menyisahkan semburat jingga yang sebentar lagi akan berganti gelap. Dia menoleh kearahku. Apa? Kunaikan alis mataku. Dia menatap mataku dalam dan…
                “Aku saying kamu, Dhe…” dia berbisik pelan. Sangat pelan. Tapi mampu ditangkap indra pendengaranku. Aku tersentak kaget. Jantungku terasa berhenti berdetak. Aku tidak salah dengarkan? Kamu?
                “selama ini aku diam aja, dengerin curhatan kamu tentang cowok-cowok yang dekat sama kamu. Aku support setiap kamu deketin cowok. Bahkan aku ikut bahagia kalo kamu bilang kamu jadian…”
                Aku diam. Kali ini dia tidak berbisik lagi. Dia berbicara dengan jelas. Dan entah mengapa mendadak suasana disekitar menjadi sepi, amat sangat sepi. Bahkan anginpun seakan berhenti dan ikut mendengarkan.
                “Tapi, waktu kamu jadian sama dia, aku ngerasa ada yang hilang. Kebersamaan kita, Dhe… Dia menyabotase seluruh waktumu…”ucapnya sambil mengalihkan pandangannya. Aku masih diam. Masih mendengarkan. Kali ini aku sudah yakin aku tidak salah dengar lagi, karena dia berkata begitu jelas.
 “Akhirnya aku janji sama diri aku sendiri, kalo nanti kalian putus, aku nggak akan nyia-nyiain kesempatan lagi. Aku bakal bilang ke kamu yang sebenarnya. Tentang perasaan ini.”
Tuhan…
                “Dan..sekarang ini saatnya…,”ucapmu dan kembali menatapku.
                Dua tahun terlewati dengan segala ketidakpastian diantara kita, akhirnya malam ini kamu katakana itu. Kamu sayang aku? Aku tidak sedang bermimpi indah, kan ? atau tidak pula sedang masuk dalam salah satu gombalanmu,kan?
                “kamu mau jadi pacar aku, Dhe?”
                Pertanyaan singakat itu membuat aku menggigil. Aku mau? Tentu saja aku mau! Tapi..entah kenapa hati ini mendadak ragu .. aku baru saja dikhianati. Seseorang baru saja membawa pergi semua kebahagian secara tiba-tiba.
Kebahagian yang sejatinya dihadirkan secara tiba-tiba juga. Dan aku takut..
Akan ada luka lain dibalik mala mini ..
                “Aku …” Aku tergagap. Entah kenapa aku seakan tidak menemukan kata-kata yang pas untuk diungkapkan.
                “Aku janji nggak akan ngecewain kamu.. aku pasti jaga kamu baik-baik, Dhe. Aku janji bakal jadi cowok yang kamu inginkan selama ini… kayak apa yang selalu kamu seritain ke aku.”
                Dia meraih tanganku dan menggenggam dengan erat. Aku menatap matanya,
Berusaha mencari kesungguhan disana. Dan dia balas menatapku. Ah, apa aku juga bilang matamu ini meneduhkan? Dan aku menemukannya di sana. Kenyamanan. Lalu tiba-tiba di kepalaku seperti ada sebuah video yang berputar. Saat-saat di mana dia selalu ada untuk membelaku dalam kondisi apa pun. Dia selalu jadi orang pertama yang dating memeluk saat aku senang maupun sedih. Dia yang rela meninggalakan pertandingan bola liga favorit demi menemani aku. Dia yang …,
                Ah.. Mata memang selalu jujur. Aku masih menatap matanya dalam-dalam. Kami saling menatap. Wajah kami semakin dekat dan jarak diantara kami semakin mengecil dan jutaan kupu-kupu mulai menggelitik perutku.
                Tuhan, I do love him… dan lelaki seperti dia ini yang aku cari..


27 November 2016

Terjebak

aku terjebak
di dalam semak
hingga beranak pinak

15 November 2016

12 November 2016