Pages

15 Agustus 2018

Bandung

Pagi kau membangunkan ku untuk bergegas pergi,
siang kau tegur aku dengan terik panasmu,
kau berikan aku kenyamanan dengan segar nya angin yang kau tiup tepat di tubuhku,
indahnya pemandangan alam melupakan semua beban yang ada difikiran,
waktu terbatas, lalu bergegas pulang
kemacetan dan aspal jalananku lewati dengan senyuman,
gelap gelap sungguh gelap
lampu motorku tertunduk malu pada dinginnya malam. 



09 Mei 2017

Perjanjian Frankfurt (1871)

Perjanjian Frankfurt (bahasa Perancis: Le traité de Francfort; bahasa Jerman: Friede von Frankfurt) adalah sebuah perjanjian perdamaian yang ditandatangani di Frankfurt pada 10 Mei 1871, pada akhir Perang Perancis-Prusia.

Perjanjian tersebut meliputi:

1. Pendiria perbatasan antara Republik Perancis Ketiga dan Kekaisaran Jerman, yang memberikan 1,694 desa dan kota dari kekuasaan Perancis kepada Jerman di:
  ° Alsace : departemen Perancis dari Bas-Rhin dan Haut-Rhin, kecuali kota Belfort dan wilayahnya;
  ° Lorraine: departemen Perancis Moselle, salah satu dari tiga departemen Meurthe, termasuk kota Château-Salins dan Sarrebourg, dan arondisemen Saales dan Schirmeck di departemen Vosges.
Elsaß-Lothringen.
2. Memberikan para penduduk wilayah      Alsace-Lorraine yang dikembalikan sampai 1 Oktober 1872
3. Mengakui Wilhelm I dari Prusia sebagai Kaisar Jerman.
Perjanjian tersebut juga meliputi:
  ° Penggunaan jalan air ternavigasi            dalam menghubungkan ke Alsace-Lorraine
  ° Perdagangan antara dua negara tersebut
  ° Pengembalian para tahanan perang


Sumber :
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Perjanjian_Frankfurt_(1871)


10 Maret 2017

jiwa atau raga

Seperti jagoan yang hendak tumbang
gelisah dan tak tau arah 
berjalan dengan penuh kekosongan 

kau hanya terdiam menunggu reda
tak punya kata atau senyuman
mati.. mati.. mati terdiam 
hanya menuju pada titik hujan 

dimana dirimu dulu 
yang gagah seperti raja-raja 
dimana dirimu dulu
yang sopan dan penuh tata krama

kini yang tertinggal hanya sebuah tanya 
untuk apa, dan mengapa , 

coba kau berkaca 
masih adakah inginmu untuk hidup lama 
atau hanya menunggu kematian semata. 

09 Maret 2017

Sore yang indah.

di bogor kamis di tepi jalan ini
aku masih menunggu-mu
dalam diam
penuh harap dengan segenap doa

04 Februari 2017

PULANG KE RAHIM BUMI

Aku tak mau tubuhku disentuh tanah yang lain
Kecuali warna tanahmu

Matahari tak mampu merobek keputusan
Yang semakin menetes membasuh jiwa
Coba mengajakku pulang

Biar tubuh terbakar
Aku tak mau menyentuhmu
Tidak juga mengenalmu

Aku tahu kau selalu ada
Melukis wajahku
Mengajari menyulam waktu
Untuk paham arti perjalanan menjadi manusia

Aku ingin rasaku mati
Setiap menyentuh jengakal tanahmu

Terlipat seperti gesekan darah
Yang bersembunyi di balik urat
Nafasmu ada pada lipatan tubuh manusia
Jiwaku tersembunyi di kotak wajahmu
Setiap detik kau buatkan alur cerita dan dongeng
Suaramu ada pada kesenyapan
Ada pada tanda Tanya, koma, titik, seru
Mungkin juga terselip di otak para ilmuwan
Satu keinginanku
                Meminjamnya sehari, dua hari ……….

(?)
Suara mantra, kepungan asap, sesaji
Arak anyir mulai diserap tanah
Aku melihat asap dupa kelelahan
Upacara usai
Bunga-bunga membusuk
Ada anjing mengamuk menitari tumpukan sesaji
Ada ayam memanggil seratus anaknya
Bau aneh melukai nafasku
Kuhitung gerak waktu yang melingkar di otakku
Kulihat langit gelap
Kau tak muncul
Orang-orang mulai rontok
Inikah cara terbaik menjemputmu

(?)
Wajahmu ada di mana-mana
Pada tugu batu yang kaku dan dingin
Pada tumpukan lontar tua
Pada tubuh coro-coro yang merusak mantra rahasiamu
Yang makin tipis dan tak terjamah tangan
Kelak, seratus tahun lagi
Anak cucu mengeramatkan benda-bendamu
Untuk mencari wajahmu

(?)
Wajahmu
ada di mana-mana
pada tumpukan sesaji busuk
menjelma tanah dan terinjak
wajahmu ada di mana-mana
pada warna yang bergairah
wajahmu ada di mana-mana

aneh, aku tak pernah mengenalmu



Pengembara rimba laut

Biar kulukis setiap Rahim buih laut
Toreh tubuhmu
Lahirkan daun dan bunga karang
Dari kepucatan warna waktumu

Dengan taksu, awan mewarnai laut
Pasir menyentuh ujung lidah buih
Lari dari lingkaran tangan matahari
Letakan warna malam pada persekutuan manusia

Pengembara laut rimba sejati
Labuhkan sanpanmu
Sihir tubuhku dengan ketuaan lautmu

Warna itu
Kau genggam dengan dengan kepekatan pengembaraanmu

Laut melahirkan garam
Tubuhmu beku
Orang-orang menyimpan lading tubuhmu

Wajah manusia hilang dalam pengembaraan
Kau tetap mendayung sanpammu
Memanah angina, meludahi petir
Membanting hujan

Kau petik Bunga beraroma kematian
Dari pengembaraan panjang rimba laut

Benihnya menetes pada lading manusiaku
Membakar wajah-wajah langit
Memecah bentuk  menusiaku

Giring, giringlah sampanmu, pengembara rimba laut sejati
Bungamu membunuh bumi, tanah dan matahari.





EPISODE CILIWUNG DAN TANJUNG LESUNG

Naik getek ketanjung barat
Suatu bentuk hidup alamiah yang mulai berkarat
Di mana seorang bayi merah pernah lahir dari sepinya rimba-rimbamu
Dari kuping bayiku
Kudengar nafas kelanjutan perjalanan
Ibuku lari pak getek.., pak getek .., ibuku lari
Kau hanya diam dan menyebrangkan orang-orang
Dengan tarikan tali-tali yang kau ikatkan dengan pohon besar
Nafasmu tidak pernah teratur seperti gelombang tali
Selalu menawarkan rahasia
Airmu merambah tubuhku
Mencuci kaki kecilku
Menghidupkan kegelisahan orang-orang
Ketika tujuh anak tujuh tahun mati
Katamu;

Pak catam… pak catam… anakmu lahir
Seorang perempuan dengan pedang matahari dimatannya
Pak catam.. pak catam.. anakmu lahir

Pak catam diam
Menghitung rintik  hujan yang melukai daun pisang mudannya
Istinya lari dijemput seseorang lelaki muda di ujung sungai
Bibirnya kaku
Sorot matamu penuh warna ketakutan
Katamu lagi;

Pak catam.. pak catam.. istrimu lari
Jangan tunjukan bedil dan pisaumu
Kemana lagi kau mau berperang

Takutkah kau kehilangan perempuanmu
Sungai ciliwung mengental
Tubuhnya makin coklat
Seratus prajurit melahirkan bayi-bayi baru
Meninggalkannya pagi-pagi
Tengan malam perempuan-perempuan tua
Meminjamkan putingnya

Pak catam.. pak catam.. anakmu sudah besar
Apa pangkatmu sekarang